BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Minggu, 18 Juli 2010

cerita tentang mbah

Mbah merupakan panggilan yang kuberikan pada pengemis tua yang biasa mangkal di selasar toko kawasan mall simpang lima. Melihat mbah, aku teringat nenekku yang tinggal di pelosok desa serambi mekkah nun jauh disana. Walaupun keluargaku bukan keluarga yang berkecukupan namun seorang nenek tidak diperbolehkan memeras keringat untuk bekerja, tugas nenekku saat ini hanya memperbanyak ibadah beliau. Sungguh pemandangan yang sangat kontras, umur yang sama- sama sudah bau tanah namun berbeda nasib. Disaat usia sudah mendekati senja, mbah tetap saja harus mengeluarkan keringat,memandang dengan wajah memelas yang amat sangat pada setiap orang sambil menengadahkan tangan, mengharapkan recehan seratus berdatangan walaupun tanpa rasa ikhlas. Beruntung jika seorang dermawan datang dan memberikan ribuan rupiah tanpa harus mengomel terlebih dahulu. Perkenalanku dengan mbah terjadi lima bulan yang lalu, di awal bulan Mei. Layaknya mahasiswa pada umumnya, awal bulan merupakan surga dunia dan harus dimanfaatkan dengan bersenang-senang, salah satunya dengan belanja. Senin sore itu, aku pergi berempat dengan temanku, rencananya pengen nonton di twenty one sekaligus membeli tas yang udah kuincar lama,tas warna pink dipadu dengan polkadot hitam, warna kesukaanku. Saat itu, temanku kirana ingin mampir disalah satu toko aksesoris di toko lantai bawah yang menghadap parkir. Seonggok tangan terulur kearahku dengan tiba-tiba dan berhasil membuatku kaget setengah mati. Tangan korengan yang dikerubuti lalat dipadu dengan bau yang tidak enak plus wajah yang awut-awutan membuat aku sedikit mual, namun mata itu menghipnotisku,aku tak bisa berpaling dan bersikap tidak peduli. Mata itu mata yang kukenal, akrab malah,tapi aku lupa dimana aku melihat mata yang sama seperti itu. “paringi duit nduk”. Tergeragap aku mendengar ucapan si mbah, aku jongkok, agar sejajar dengan si mbah “mbah, udah makan?” hanya gelengan kepala yang kudapati, spontan aku langsung berdiri dan mengingat gerai makanan terdekat yang dapat kutemui, aku lupa kalau aku datang bersama dengan teman-temanku, yang aku tahu sekarang bagaimana caranya agar si mbah ga bakalan lapar hari ini. Makanan cepat saji menjadi pilihan, walaupun sebenarnya tidak bagus tapi agar lebih efesien dari segi waktu aku terpaksa memilih makanan junk food tersebut. “tunggu disini ya mbah,aku beli makanan dulu”, tergesa aku menuju restoran cepat saji tersebut.”mbak, pesen nasi 2, ayam goreng 5, kentang goreng ukuran besar, sup dan air mineral 1, dibungkus ya mbak” cekatan kasir tersebut menghitung total harga yang harus kubayar “ semuanya 75 ribu mbak”, tanpa menunggu aku langsung menarik uang dari dompet. Tekk..aku langsung tahu mata siapa yang mirip dengan mbah, ternyata mata orang yang kucintai selama ini, mata ibuku dan nenekku. Berlari kuhampiri si mbah, melihat sosok renta yang terduduk lesu di selasar toko hatiku lega, ternyata mbah masih ada.”mbah, ini makanannya” rasa kaget yang amat sangat terpancar dari wajah keriputnya “matur suwun sanget nduk” terharu aku mendengar kata-kata mbah yang sudah diselingi oleh isak tangisan. Mungkin seumur hidup mbah belum pernah merasakan makanan semewah ini menurut dia. kuperhatikan tangan itu sangat cekatan menyuap nasi dan merobek daging ayam yang ada.”fa, kamu kemana aja sih, dari tadi dicariin, di telp ga diangkat, ayo kita pulang, udah sore ni” tepukan lembut dibahuku membuat aku kembali ke duniaku “oh..tadi aku ada perlu,ayo kita pulang”, sebelum aku pergi aku pamit ama mbah dan satu janji terpatri di hatiku, AKU GA INGIN LIAT MBAH LAPAR LAGI.
Besoknya aku kembali menemui mbah, tanpa lupa membawa makanan tentunya. Aroma kaget dan penasaran kembali menjalari diriku, tangan yang kemaren penuh dengan korengan sekarang tidak terlihat bekas apa-apa, malah kaki kanannya yang dikerubuti lalat dan semut. Perlahan aku mendekati mbah seraya menyodorkan makanan. Tanpa ba bi bu, mbah langsung melahap kakap asam manis yang kubawa. Rasa sedih bercampur kecewa menjalari hatiku. Melihat mbah begitu semangat menghabiskan semua makanan yang kubawa, namun aku juga kecewa, mengapa mbah harus berbohong untuk mendapatkan belas kasihan orang lain. Sepertinya mbah mengetahui banyak pertanyaan yang mengendap di hatiku, dan dia juga tahu bahwa aku berniat baik terhadapnya walaupun ini baru pertemuan kedua kami. Tanpa disadari ada benang merah yang mengikat, mungkin karena mata itu. “mbah tau ini dosa nduk” kalimat yang terlontar dari mulut mbah barusan menyadarkanku, ternyata mbah juga manusia yang peka “kalau tau dosa, kenapa tetap mbah lakuin?kenapa mbah mesti berbohong?kenapa mesti pake korengan segala?kenapa ga pake cara biasa aja?” terlalu banyak kata kenapa yag keluar dari mulutku, dan aku tau mbah sedikit tersinggung karena aku memojoknya tanpa pernah merasakan seandainya aku diposisinya, mungkin aku juga bakal melakukan hal yang sama.mbah menghela nafas dengan berat “mbah ga ada cara lain nduk, dulu mbah pernah mencoba untuk jujur, balasannya mbah ga bisa makan selama 3 hari, sampai mbah mendapatkan cara seperti ini” aku tidak bertanya lebih lanjut. Aku tau mbah jujur, dan dia melakukan hal terbaik yang bisa dilakukan dan juga memiliki alasan yang tepat menggeluti semua ini. Tanpa terasa lava panas menganak sungai di pipiku, aku malu telah berburuk sangka kepada mbah. Kupikir mbah begitu licik, ternyata mbah tetap seorang nenek yang lugu.aku memeluk mbah begitu erat, mungkin dengan begini rasa bersalahku sedikit terobati.
Kini aku memiliki kegiatan baru setiap harinya, membawa makanan dan menemani mbah mengemis di tempat yang sama, di selasar toko di simpang lima. Menemani mbah, mengenalkanku akan kehidupan kaum marginal di sekitar tempat mbah meminta-minta, totok anak broken home yang kini menjadi loper koran, pak agus yang kakinya pincang, arip anak kelas 4 sd yag membiayai sekolahnya dengan mengamen, dan dadit, remaja tanggung yang menggunakan hasil gamennya untuk ngobat. Yang kuherankan aku tidak malu berteman dengan mereka, bahkan aku telah menganggap semuanya sebagai keluarga. Tak jarang aku membeli makanan yang banyak bukan hanya untuk mbah tapi juga untuk yang lainnya dikala aku mendapatkan uang lebih. Jujur, kuliahku agak keteteran gara-gara aktivitasku yang baru ini, gimana tidak, pulang kuliah aku langsung kabur menemui mbah, ajakan temanku untuk membuat tugas atau sekedar hangout tidak kugubris sama sekali, aku harus ngelembur setiap malam buat nyelesain tugas rancang yang menjadi syarat ujian,perjuangan anak teknik yang ga bakalan usai. Namun ada satu hal yang janggal, hingga saat ini aku tidak tau dimana mbah tinggal, setiap kali kutanyakan hanya senyum yang terlempar dari wajahnya.
Kondisi mbah yang saat ini menjadi pengemis bukan satu-satunya kisah sedih yang terangkai dalam hidupnya. Seandainya saja kisah mbah ini dituangkan ke dalam novel mungkin tebalnya novel itu melebihi harry potter seri terakhir. Mbah mempunyai nama lengkap Rosalina errata, nama yang aneh di telingaku namun tidak bagi masyarakat ambon, tepat kelahiran mbah. Kecantikan mbah masih terlihat samar-samar walaupun usia sudah renta. “dulu mbah ini bunga desa lho”mbah tersenyum mengingat kenangan indahnya dahulu. Mbah bisa hijrah ke jawa itu hanya karena mengejar cinta. Kala usia mbah 14 tahun, mbah berkenalan dengan seorang pemuda menarik yang berasal dari tanah jawa. Dia ke ambon untuk bekerja sebagai sales, padahal saat itu mbah sedang menunggu waktu pernikahan setelah tunangan selama 1 tahun dengan pilihan orang tua. Cinta memang membutakan segalanya. Mbah rela meninggalkan rumah, keluarga, kenangan, segalanya yang mbah miliki saat ini hanya untuk mengejar cinta joko. Awal kehidupan mbah dengan Joko sangat indah, namun setelah 3 bulan, Joko mulai berubah dan tega menjual mbah kepada mucikari hanya gara-gara ga ada duit buat beli rokok. Betapa hinanya mbah dibuat oleh pria bejat itu, harga diri mbah ga lebih dari selinting rokok busuk. Tanpa sadar aku mengutuk dan mengumpat pria yang telah membuat mbah menderita seperti ini.
Kehidupan kelam mbah dimulai saat beliau menghuni sunan kuning, salah satu lokalisasi terbesar di kota lumpia ini. Mbah memang penjaja cinta, tapi mbah tidak pernah lagi merasakan hangatnya cinta. Tiga kali mbah melakukan aborsi, karena ketahuan hamil. Padahal yang mbah inginkan cuma punya keturunan walaupun tidak tahu itu benih siapa. Mbah cuma pengen menyalurkan cinta mbah yang telah mati. Namun itu merupakan dosa di daerah tersebut, orang hamil ga bakal laku katanya. Tapi apa?, disaat kulit mbah sudah mulai kendor dan banyak wanita muda yang datang di lokalisasi itu, mbah tersingkir, digusur. Habis manis sepah dibuang, hanya sebatangkara di Semarang dan harus bekerja walaupun sebenarnya tida sanggup lagi,. Tidak kerja berarti nasi walau sesuap tidak akan dicicipi di lidahnya. “hanya satu keinginan mbah. Jika mbah meninggal nanti, mbah ingin dikubur didekat makam orang tua, di tanah ambon tercinta”. Cinta akan tanah kelahirannya tak akan pernah lekang diakan waktu. Jika aku orang kaya, mungkin saat ini juga aku akan membawa mbah kembali pulang di tanah asalnya, namun apa daya,aku juga mahasiswa yag membutuhkan uluran tangan. itu percakapanku yang terakhir dengan mbah. Besoknya aku pulang ke daerahku untuk kerja praktek selama 1 bulan.
Kangen terhadap mbah menggelegak di dalam dadaku, kangen akan ocehan, senyum dan gigi ompongnya ketika ketawa. Hari ini setelah 1 bulan menanti, aku bisa bertemu lagi dengan mbahku. Dari bandara ahmad yani aku langsung ke arah simpang lima, aku ingin memastikan mbah baik-baik saja sebelum aku kembali ke kosku di tembalang. “pak tunggu bentar, aku Cuma pengen ketemu seseorang” aku meNyuruh sopir taksi menungguku. Berlari aku menuju tempat mangkal mbah selama ini. Mbah tidak ada,aku panik, bingung, ga tau mau nanya ke siapa “mbak ulfa”aku menoleh, mencari sumber suara. Kulihat totok berlari menghampiriku “mbak ulfa mencari mbah ya?” aku hanya menganggukkan kepala “mbah sudah meninggal mbak, seminggu setelah mbak pergi. Mbak kemana aja selama ini, tidak pernah kelihatan,bla..bla” aku tidak mendengar lagi ocehan totok, air mata keluar, terisak-isak, tak sanggup aku menanggung semua ini. kenapa mesti begitu cepat sebelum mbah mengecap kebahagiaan waktu tua. Kenapa? Aku terduduk lesu, tanpa tahu harus berbuat apa. “mbah dikuburin dimana?” kulihat totok juga menitikkan air mata “jasad mbah, dirumah sakit mbak, mungkin dikuburi disana, atau malah dijadikan sebagai bahan penelitian, karena mbah ga punya keluarga mbah” begitu sakit hatiku mendengarnya,hingga matipun mbah tetap menderita “hanya satu keinginan mbah. Jika mbah meninggal nanti, mbah ingin dikubur didekat makam orang tua, di tanah ambon tercinta” kata-kata terakhir mbah tergiang kembali di telingaku “mbah maafkan aku…………”